MATERI ASKEB V
Pengertian atau Definisi Bidan Komunitas
Pengertian/ Definisi
Konsep merupakan
kerangka ide yang mengandung suatu pengertian tertentu. Kebidanan berasal dari kata “bidan“. Menurut kesepakatan antara ICM;
IFGO dan WHO tahun 1993, mengatakan bahwa bidan (midwife) adalah “seorang yang telah mengikuti
pendidikan kebidanan yang diakui oleh Pemerintah setempat, telah menyelesaikan
pendidikan tersebut dan lulus serta terdaftar atau mendapat izin melakukan
praktek kebidanan” (Syahlan, 1996 : 11).
Bidan di Indonesia (IBI) adalah “ seorang wanita yang mendapat
pendidikan kebidanan formal dan lulus serta terdaftar di badan resmi pemerintah dan
mendapat izin serta kewenangan melakukan kegiatan praktek mandiri” (50 Tahun
IBI). Bidan lahir sebagai wanita terpercaya dalam mendampingi dan menolong
ibu-ibu melahirkan, tugas yang diembankan sangat mulia dan juga selalu setia
mendampingi dan menolong ibu dalam melahirkan sampai sang ibu dapat merawat
bayinya dengan baik. Bidan diakui sebagai profesional yang bertanggungjawab yang bekerja
sebagai mitra prempuan dalam memberikan dukungan yang diperlukan, asuhan dan
nasihat selama kehamilan, periode persalinan dan post partum, melakukan pertolongan persalinan di bawahtanggung jwabnya sendiri dan memberikan
asuhan pada bayi baru lahir dan bayi.
Kebidanan (Midwifery) mencakup pengetahuan yang dimiliki dan
kegiatan pelayanan untuk menyelamatkan ibu dan bayi. (Syahlan, 1996 : 12). Komunitas berasal dari bahasa Latin yaitu “Communitas”
yang berarti kesamaan, dan juga “communis” yang berarti sama, publik ataupun
banyak. Dapat diterjemahkan sebagai kelompok orang yang berada di suatu lokasi/
daerah/ area tertentu (Meilani, Niken dkk, 2009 : 1). Menurut Saunders (1991) komunitas adalah tempat atau kumpulan orang atau sistem
sosial.
Dari uraian di atas
dapat dirumuskan definisi Kebidanan Komunitas sebagai segala aktifitas yang dilakukan oleh bidan untuk menyelamatkan pasiennya dari gangguan kesehatan. Pengertian
kebidanan komunitas yang lain menyebutkan upaya yang dilakukan Bidan untuk pemecahan terhadap masalah kesehatan Ibu dan Anak balita di
dalam keluarga dan masyarakat. Kebidanan komunitas adalah pelayanan kebidanan profesional yang ditujukan kepada masyarakat dengan penekanan
pada kelompok resiko tinggi, dengan upaya mencapai derajat kesehatan yang
optimal melalui pencegahan penyakit, peningkatan kesehatan, menjamin
keterjangkauan pelayanan kesehatan yang dibutuhkan dan melibatkan klien sebagai
mitra dalam perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi pelayanan kebidanan (Spradly, 1985; Logan dan Dawkin, 1987 dalam Syafrudin dan
Hamidah, 2009 : 1)
Pelaksanaan pelayanan kebidanan komunitas didasarkan pada empat konsep utama dalam
pelayanan kebidanan yaitu : manusia, masyarakat/ lingkungan, kesehatan dan
pelayanan kebidanan yang mengacu pada konsep paradigma kebidanan dan paradigma sehat sehingga diharapkan tercapainya taraf
kesejahteraan hidup masyarakat (Meilani, Niken dkk, 2009 : 8).
SEJARAH DAN RIWAYAT
KEBIDANAN KOMUNITAS DI INDONESIA DAN BEBERAPA NEGARA LAIN
Pelayanan kebidanan komunitas dikembangkan di
Indonesia dimana bidan sebagai ujung tombak
pemberi pelayanan kebidanan komunitas. Bidan yang bekerja melayani
keluarga dan masyarakat di wilayah tertentu disebut bidan komunitas (community midwife)
(Syahlan, 1996 : 12). Di Indonesia istilah “bidan komunitas” tidak lazim
digunakan sebagai panggilan bagi bidan yang bekerja di luar
Rumah Sakit. Secara umum di Indonesia seorang bidan yang bekerja di
masyarakat termasuk bidan desa dikenal sebagai bidan komunitas.
Sampai saat ini belum
ada pendidikan khusus untuk menghasilkan tenaga bidan yang bekerja di
komuniti. Pendidikan yang ada sekarang ini diarahkan untuk menghasilkan bidan yang mampu bekerja di
desa.
Pendidikan tersebut
adalah program pendidikan bidan A (PPB A), B (PPB B), C
(PPB C) dan Diploma III Kebidanan. PPB-A,lama
pendidikan 1 tahun, siswa berasal dari lulusan SPK (Sekolah Perawat Kesehatan).
PPB-B,lama pendidikan 1 tahun, siswa berasal dari lulusan Akademi Perawat.
PPB-C, lama pendidikan 3 tahun, siswa berasal dari lulusan SMP (Sekolah
Menengah Pertama). Diploma III Kebidanan : lama pendidikan 3
tahun, berasal dari lulusan SMU, SPK maupun PPB-A mulai tahun 1996.
Kurikulum pendidikan bidan tersebut diatas
disiapkan sedemikian rupa sehingga bidan yang dihasilkan mampu
memberikan pelayanan kepada ibu dan anak balita di masyarakat terutama di desa.
Disamping itu Departemen Kesehatan melatih para bidan yang telah dan akan
bekerja untuk memperkenalkan kondisi dan masalah kesehatan serta
penanggulangannya di desa terutama berkaitan dengan kesehatan ibu dan anak
balita. Mereka juga mendapat kesempatan dalam berbagai kegiatan untuk
mengembangkan kemampuan, seperti pertemuan ilmiah baik dilakukan oleh
pemerintah maupun oleh organisasi profesi seperti IBI. Bidan yang bekerja di desa,
puskesmas, puskesmas pembantu; dilihat dari tugasnya berfungsi sebagai bidan komunitas. (Syahlan, 1996 : 13)
Sebenarnya sejarah pelayanan kebidanan komunitas di Indonesia diawali
dari masa penjajahan Belanda. Pada tahun 1849seiring dengan dibukanya
pendidikan jawa di Batavia (di rmah sakit militer Belanda sekarang RSPAD Gatot
Subroto), pada tahun 1851 dibuka pendidikan bidan bagi wanita pribumi di
Batavia oleh dokter Belanda (dr. W. Rosch). Fokus peran bidan hanya sebatas pelayanan
di rumah sakit (bersifat klinis)
Pada tahun 1952, sekolah bidan 4 tahun menitikberatkan pendidikan formal pada kualitas
pertolongan persalinan di rumah sakit. Selain
itu bidan bertugas secara mandiri
di biro konsultasi (CB) yang saat ini menjadi poliklinik antenatal rumah sakit.
Dalam peran tersebut, bidan sudah memasukkan konsep
pelayanan kebidanan komunitas.
Pada tahun 1953 di Yogyakarta diadakan kursus
tambahan bagi bidan (KTB), Yang berfokus
pada kesehatan masyarakat. Dengan demikian pemerintah mengakui bahwa peran bidan tidak hanya terbatas pada
pelayanan masyarakat, yang berbasis di balai kesehatan ibu dan anak (BKIA) di
tingkat kecamatan. Ruang lingkup pelayanan BKIA meliputi : pelayanan antenatal
(pemberian pendidikan kesehatan, nasehat perkawinan,perencanaan keluarga dll),
intranatal, postnatal (kunjungan rumah, tremasuk pemeriksaan dan imunisasi
bayi, balita dan remaja), penyuluha gizi, pemberdayaan masyarakat, serta
pemberian makanan tambahan. Pengakuan ini secara formal dalam bentuk adanya bidan coordinator yang secara
struktural tercatat di jenjang inspektorat kesehatan, mulai daerah tingkat I
(Propinsi) sampai dengan II (Kabupaten)
Ketika konsep puskesmas dilaksanakan pada tahun
1967, pelayanan BKIA menjadi bagian dari pelayanan Puskesmas. Secara tidak
langsung, hal ini menyebabkan penyusutan peran bidan di masyarakat. Bidan di puskesmas tetap
memberikan pelayanan KIA dan KB di luar gedung maupun didalam gedung, namun
hanya sebagai staf pelaksana pelayanan KIA, KB, Posyandu, UKS dan bukan sebagai perencana dan
pengambil keputusan pelayanan di masyarakat. Tanpa disadari, bidan kehilangan keterampilan
menggerakan masyarakat, karena hanya sebagai pelaksana.
Pada tahun 1990-1996 konsep
bidan di desa dilaksanakan untuk
mengatasi tingginya angka kematian ibu. Pemerintah (BKKBN) menjalankan program pendidikan bidan secara missal (SPK + 1
tahun) (SPK : Sekolah Perawat Kesehatan, lulusan SMP + 3 tahun). Bidan di desa (BDD) merupakan
staf Polindes. Ruang lingkup tugas BDD mencakup peran sebagai penggerak
masyarakat, memiliki wilayah kerja dan narasumber berbagai hal. Sayangnya
materi dan masa pendidikan BDD tidak memberikan bekal yang cukup untuk bisa
berperan maksimal.Gerakan Sayang Ibu (GSI) saat Departemen Kesehatan menerapkan inisiatif safe motherhood malah diprakarsai oleh Kantor Menteri Pemberdayaan Perempuan tahun 1996 dengan tujuan meningkatkan partisipasi masyarakat untuk menurunkan AKI. Pada tahun yang sama (1996), Ikatan Bidan Indonesia (IBI) melakukan advokasi pada pemerintah yang melahirkan program pendidikan Diploma III Kebidanan (setingkat akademi). Program baru ini memasukkan lebih banyak mateeri yang dapat membekalli bidan untuk bisa menjadi agen pembaharu di masyarakat, tidak hanya di fasilitas klinis.
0 comments:
Post a Comment