1. Toxoplasmosis
Toxoplasmosis adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh
toxoplasma gondii. Ibu dengan toxoplasma gondii biasanya tidak menampakan
gejala walaupun 10%-20% ibu yang terinfeksi didapatkan adanya iymphadenopathy.
Infeksi dapat ditemukan pada sindrom mononucleosislike dengan adanya kelelahan dan lesu, jarang terjadi pada encephalitis.
BBL dengan menderita toxoplasma
congenital terinfeksi saat berada di dalam uterus secara transplacental.
Choriuretinitis merupakan manifestasi klinis yang serinng muncul apada
BBL sebagai gejala toxoplasma. Berikut adalah temuan-temuan yang didapatkan
pada bayi dengan infeksi toxoplasma congenital: chorioretinitis, hydrocephalus,
penyakit kuning, hepatosplenomegali, mikrosefali, glaucoma, kejang, demam,
hipotermi, limpadenopati, mual, diare, katarak, mikroftalmia, syaraf mata
atrofi, pneumonia.
Penularannya tergantung
pada 3 hal yaitu : lingkungan yang memungkinkan perkembangan agen penyakit,
adanya induk semang dan agen penyakit itu sendiri.
Agen
penyakit toksoplasmosis meliputi :
1. Kucing
Organisme tempat toxoplasma gondii hidup adalah kucing. Sekitar ½
dari beberapa kucing yang diuji mempunyai antibody toxoplasma. Ini berarti
bahwa kucing tersebut terinfeksi karena memakan hewan pengerat dan burung
pemakan daging yang terinfeksi. Satu minggu setelah terinfeksi, kucing
mengeluarkan ookista yang terdapat pada fesesnya. Pengeluaran ookista terus
menerus sampai sekitar 2 minggu sebelum kucing itu sembuh atau pulih kembali. Hewan
ini mudah terinfeksi lagi dan dapat mengeluarkan ookista ketika terinfeksi oleh
organisme lain.
Feses kucing sudah sangat infeksius. Ookist dalam feses menyebar melalui udara dan ketika dihirup akan dapat menyebabkan infeksi. Sporulasi organisme ini terjadi setelah 1-5 hari dalam kotoran dan dapat dicegah dengan pembuangan sampah setiap hari.
Feses kucing sudah sangat infeksius. Ookist dalam feses menyebar melalui udara dan ketika dihirup akan dapat menyebabkan infeksi. Sporulasi organisme ini terjadi setelah 1-5 hari dalam kotoran dan dapat dicegah dengan pembuangan sampah setiap hari.
2.
Daging
Wabah “christiaan
barand” adalah contoh penularan toxoplasma melalui daging. Konsumsi daging yang
terinfeksi adalah penyebab utama toxoplasma di Eropa, dimana dibatasinya
penggunaan lemari pendingin dan biasanya daging tidak dibekukan. Seharusnya
daging dimasak pada suhu yang tinggi untuk mecegah terjadinya penularan
toxoplasma.
2. Infeksi Traktus
Urinarius
Infeksi saluran kencing adalah suatu keadaan yang ditandai dengan
berkembang biaknya mikroorganisme di dalam saluran kemih. Infeksi ini merupakan
infeksi bakteri yang paling sering dijumpai pada wanita karena pendeknya uretra
pada wanita sehingga memudahkan masuknya bakteri ke dalam kandung kemih.
Pada
wanita hamil memiliki peluang lebih tinggi lagi untuk terserang infeksi saluran
kencing tersebut. telah terjadi perubahan-perubahan baik secara anatomik maupun
fisiologik maka sistem saluran kemih pada ibu hamil rawan terjadi infeksi. Pada
wanita hamil terjadi penurunan tonus dan aktifitas otot-otot ureter yang
berakibat terjadinya penurunan kecepatan pengeluaran urin melalui system
pengumpul urin. Ureter bagian atas dan pelvis renal mengalami dilatasi dan
menyebabkan terjadinya hidronefrosis fisiologis pada kehamilan. Hidronefrosis
ani adalah akibat pengaruh progesterone terhadap tonus otot dan peristaltic,
dan yang paling penting adalah akibat obstuksi mekanik oleh uterus yang
membesar. Juga didapatkan perubahan pada kandung kemih termasuk penurunan
tonus, peningkatan kapasitas, dan pengosongan kandung kemih yang tidak
sempurna. Selain itu terjadi peningkatan pH urin selama
kehamilan memudahkan pertumbuhan bakteri. Ini semua merupakan predisposisi
terjadinya infeksi saluran kemih pada ibu hamil.
Walaupun bakteri uria asimtomatik merupakan
hal biasa, infeksi simtomatik dapat mengenai saluran bawah yang menyebabkan
sisititis, atau menyerang kaliks, pelvis, dan parenkim ginjal sehingga
mengakibatkan pielonefritis. komplikasi yang sering timbul pada ibu hamil
akibat infeksi saluran kemih adalah pielonefritis, hipertensi, kematian janin
dalam kandungan dan anemia.
Kuman
penyebab utama infeksi saluran kemih adalah golongan basil gram negative
aerobik yang dalam keadaan normal bertempat tinggal di dalam traktus digestifus
( saluran pencernaan). Pada umumnya penyebab infeksi ini adalah 90% adalah E. Coli, Klebsiella-Enterobacter 5% dan Proteus mirabilis, enterococcus,
Staphylococcus.
Ada
3 cara terjadinya infeksi yaitu:
Ø Penyebaran melalui
aliran darah yangberasal dari usus halus atau organ lain ke dalam saluran kemih
Ø Penyebaran melalui
saluran getah bening yang berasal dari usus besar ke buli-buli atau ginjal
Ø Secara asenden yaitu
terjadinya migrasi mikroorganisme melalui uretra, buli-buli, ureter dan ginjal.
1.
Gambaran Klinis
Gejala meliputi demam, menggigil
hebat, dan nyeri tumpul di salah satu atau kedua regio lumbal. Pasien mungkin
mengalami anoreksia, mual dan muntah. Perjalanan penyakit dapat hipotermia
sangat bervariasi dengan demam sampai setinggi 40 C. rasa nyeri biasanya
sampai 34 C dapat ditimbulkan dengan perkusi disalah satu atau kedua sudut
costovertebra. Sedimen urin sering mengandung banyak leukosit, seringkali dalam
gumpalan-gumpalan dan banyak bakteri.
Kreatinin plasma harus
diukur pada awal terapi. Pielonefritis akut pada sebagian wanita hamil
menyebabkan penurunan pada laju filtrasi glomerulus yang bersifat reversible.
Wanita dengan pielonefritis ante partum mengalami insufisiensi pernafasan
dengan derajat bervariasi akibat cidera alveolus dan edema paru yang dipicu
oleh endotoksin. Pada sebagian wanita cidera parunya parah sehingga menimbulkan
syndrome gawat nafas akut.
Graham dkk (1983)
memastikan bahwa pemberian terapi antimikroba pada wanita ini diikuti oleh
peningkatan aktifitas uterus. Hal ini mungkin disebabkan oleh pelepasan
endotoksin. Hemolisis akibat endotoksin juga sering terjadi, dan sekitar 1/3
dari wanita ini mengalami anemia akut.
2.
Penatalaksanaan
Hidrasi intra vena agar
produksi urin memadai merupakan hal yang esensial. Keluaran urin, tekanan darah
dan suhu dipantau secara ketat. Demam tinggi harus diatasi, biasanya dengan
selimut pendingin.
Infeksi saluran kemih
yang serius ini biasanya cepat berespon terhadap hidrasi intravenal dan terapi
antimikroba. Pemberian antibiotic adalah golongan penisilin dengan sprektum luas
(piperasilin, mezlosilin, tikarsilin/asam klavilanik) atau sefalosforin
sprektum luas ( sefotaksim, sefrisoksim, seftriakson) atau aztreonam atau
aminoglikosida. Gejala klinis umumnya reda dalam 2 hari setelah terapi, tetapi
walaupun gejala cepat menghilang dianjurkan agar terapi dilanjutkan hingga 7-10
hari. Apabila biakan urin selanjutnya memberikan hasil positif diberikan
nitrofurantoin 100 mg sebelum tidur selama sisa kehamilan.
3.
Akibat infeksi saluran
kemih pada kehamilan
Pielonefritis akut
merupakan penyulit tersering pada kehamilan dapat menimbulkan ancaman yang
serius terhadap kesejahteraan ibu maupun janin. Infeksi saluran kemih baik
dalam tingkat pielonefritis akut maupun masih bakteriuria asimtomatik pada
kehamilan dapat meningkatkan risiko persalinan preterm, terjadinya abortus dan
lahir mati.
4.
3. Hepatitis
Hepatitis infeksiosa
disebabkan oleh virus dan merupakan penyakit hati yang paling sering dijumpai
dalam kehamilan. Pada wanita hamil, pemyebab hepatitis infeksiosa
terutama oleh virus hepatitis B. walaupun kemingkinan juga
dapat karena virus hepatitis A atau Hepatitis C. hepatitis virus dapat
terjadi pula setiap satt kehamilan dan mempunyai pengaruh buruk pada janin
maupun ibunya. Pada trimester I dapat terjadi keguguran, akan tetapi
jarang dijumpai kelainan congenital (anomaly pada janin). Sedangkan pada
trimester II dan III sering terjadi premature. Tidak dianjurkan untuk
melakukan terminasi kehamilan dengna induksi atau SC, karena akan
mempertinggi risiko pada ibu. Pada hepatitis B janin kemungkinan dapat
tertular melalui plasenta, waktu lahir, atau masa neonates, walaupun masih
masih kontroversi penularan melalui air susu.
Masa
inkubasi hepatitis B bervariasi dari 1-6 bulan. Hepatitis B sering tidak
menunjukkan gejala ikhterik atau asimtomatik, walaupun dalam keadaan sangat
parah dapat timbul penyakit kuning serta kegagalan hepar yang akut.
1. Penatalaksanaan
a.
Istirahat, diberi
nutrisi dan cairan yang cukup, bila perlu IV
b.
Isolasi cairan
lambung dalam atau cairan badan lainnya dan ingatkan tentang pentingnya janin
dipisahkan dengan ibunya
c.
Periksa HbsAg
d.
Kontrol kadar bilirubun, serum glutamic oksaloasetik
transaminase (SGOT), serum glutamic piruvic transaminase (SGPT), factor
pembekuan darah, karena kemungkinan telah ada disseminated intravaskular
coagulapathy (DIC)
e.
Cegah penggunaan obat-obat yang bersifat hepatotoksik
f.
Pada ibu yang HbsAg positif perlu diperiksa HbsAg anak karena
kemungkinan terjadi penularan melalui darah tali pusat
g.
Tindakan operasi seperti SC akan memperburuk prognosis ibu
h.
Pada bayi yang baru dilahirkan dalam 2x24 jam diberi suntikan anti
hepatitis serum
4. Hiv/Aids
Berbagai penelitian
menunjukkan bahwa kehamilan dapat memperberat kondisi klinik wanita dengan
infeksi HIV. Sebaliknya, risiko tentang hasil kehamilan pada penderita
infeksi HIV masih merupakan tanda tanya. Transmisi vertical virus AIDS
dari ibu kepada janinnya telah banyak terbukti, akan tetapi belum jelas
diketahui kapan transmisi perinatal tersebut terjadi. Penelitian di AS
dab Eropa menunjukkan bahwa risiko transmisi perinatal pada ibu hamil adalah
20-40%. Transmisi dapat terjadi melalui plasenta, perlukaan dalam
proses persalinan, atau melalui ASI. Walaupun demikian, WHO
menganjurkan agar ibu dengna HIV positif tetap menyusui bayinya
mengingat manfaat ASI yang cukup besar dibandingkan dengan risiko penularan
HIV.
Bila telah
terdiagnosis adanya AIDS perlu dilakukan pemeriksaan apakah ada infeksi PHS
lainnya, sepeerti gonorrhea, chlamydia, hepatitis, herpes, ataupun infeksi
toksoplasmik, CMV, TBC dan lain-lain. Penderita AIDS mempunyai gejala awal
yang tidak spesifik seperti fatique, anoreksia, BB menurun, atau mungkin
menderita candidiasis orofaring maupun vagina. Kematian pada ibu hamil
dengan HIV positif kebanyakan disebabkan oleh penyakit oportunisyik yang
menyetainya, terutama pneumocystis carinii pneumonia.
Sampai saat ini belum
ada pengobatan AIDS yang memuaskan. Pemberian AZT (Zidovudine) dapat
memperlambat kematian dan menurunkan frekuensi serta beratnya infeksi
oportunistik. Pengobatan infeksi HIV dan penyakit oportunisyiknya dalam
kehamilan merupakan masalah, karena banyak obat belum diketahui dampak
buruknya dalam kehamilan. Dengan demikian, pencegahan menjadi sangat
penting peranannya, yaitu hubungan seksual yang sehat, menggunakan alat
kontrasepsi, dan mengadakan tes terhadap HIV sebelum kehamilan.
Dalam persalinan, SC
bukan merupakan indikasi untuk menurunkan risiko infeksi pada bayi yang
dilahirkan. Penularan kepada penolong persalinan dapat terjadi dengan
rate 0-1% pertahun exposure. Oleh karena itu dianjurkan untuk
melaksanakan upaya pencegahan terhadap penularan infeksi bagi petugas kamar
bersalin sebagai berikut:
a.
Gunakan pakaian, sarung tangan dan masker yang kedap air dalam
menolong persalinan
b.
Gunakan sarung tangan saat menolong bayi
c.
Cucilah tangan setelah selesai menolong penderita AIDS
d.
Gunakan pelindung mata (kacamata)
e.
Peganglah plasenta dengan sarung tangan dan beri label sebagai
barang infeksius
f.
Jangan menggunakan penghisap lendir bayi melalui mulut
g.
Bila dicurigai adanya kontaminasi, lakukan konseling dan periksa
antibody terhadap HIV serta dapatkan AZT sebagai profilaksis
Perawatan pascapersalinan perlu diperhatikan yaitu kemungkinan
penularan melalui pembalut wanita, lochea, luka episiotomi ataupun luka
SC. Untuk perawatan bayi, sebaiknya dilakukan oleh dokter anak yang
khusus untuk menangani kasus ini. Perawatan ibu dan bayi tidak perlu
dipisah, harus diusahakan agar pada bayi tidak dilakukan tindakan yang
membuat perlukaan bila tidak perlu betul, misalnya jangan lakukan
sirkumsisi. Perawatan tali pusat harus dijalankan dengan cermat.
Imunisasi yang menggunakan virus hidup sebaiknya ditunda sampai terbukti
bahwa bayi tersebut tidak menderita virus HIV. Antibodi yang didapatkan
pasif dari ibu akan dapat bertahan sampai 15 bulan. Jadi diperlukan
pemeriksaan ulang berkala untuk menentukan adanya perubahan ke arah negatif
atau tidak. Infeksi pada bayi mungkin baru tampak pada usia 12-18
bulan.
Penatalaksanaan
Penatalaksanaan penderita
infeksi HIV dibagi menjadi 2:
a. Infeksi
dini HIV dengan mencegah timbulnya infeksi oportunistik serta memperpanjang
hidup penderita.
b. Tahap
lanjut dengan memberikan pengobatan untuk infeksi oportunistik dan keganasan
serta perawatan pada fase terminal.
5.
Typus Abdominalis
Typus
abdominalis (demam tifoid, enteric fever) ialah penyakit infeksi akut yang
biasnya mengenai saluran cerna dengan gejala demam lebih dari satu minggu,
gangguan pada saluran pencernaan dan gangguan kesadaran. Salmonella typhi,
basil gram negatif, bergerak dengan rambut, tidak berspora. Mempunyai
sekurang-kurangnya 3 macam antigen yaitu antigen O (somatik), antigen H (flagela)
dan antigen Vi.
Typus abdominalis dalam kehamilan, dan nifas menunjukan angka
kematian yang lebih tinggi dari pada di luar kehamilan. Penyakit ini
mempunyai pengaruh buruk terhadap kehamilan. Dalam 60-80 % hasil konsepsi
keluar secara spontan : lebih dini terjadinya infeksi dalam kehamilan, lebih
besar kemungkinan berakhirnya kehamilan.
Bakteri masuk melaluin saluran cerna,
dibutuhkan jumlah seratus ribu sampai satu milyar untuk dapat menimbulkan
infeksi. Sebagaian besar bakteri mati oleh asam lambung. Bakteri yang tetap
hidup akan masuk kedalam ileum melalui mikrovili dan mencapai plak payeri,
selanjutnya masuk kedalam pembuluh darah (bakteremia). Pada tahap
selanjutnya, s.typoii menuju keorgan sistem retikoendotial.
1.
Gejala klinis
Masa tunas
7-14 (rata-rata 3-30) hari. Selama masa inkubasi mungkin ditemukan gejala
prodromal yaitu perasaan tidak enak badan, lesu, nyeri kepala, pusing dan
tidak semangat.
Pada kasus khas biasa ditemukan gejala klinis berupa
demam, gangguan pada saluran pencernaan, dan gangguan kesadaran
2.
Komplikasi
Pada tifus abdominalis dapat
terjadi komplikasi berupa perdarahan usus, perforasi usus, peritonitis,
miningitis, kolesitis, ensefalopati, bronkopneumonia, hepatis, dehidrasi,
asidosis.
3.
Pengobatan
a.
Isolasi penderita dan desinfeksi
pakaian dan ekskreta.
b.
Perawatan yang baik untuk
menghindarkan komplikasi mengikat sakit yang lama, lemah dan anoreksia dll.
c.
Istirahat selama demam sampai
dengan 2 minggu normal kembali, yaitu istirahat mutlak, berbaring terus
ditempat tidur. Seminggu
kemudian boleh duduk dan selanjutnya boleh berdiri dan berjalan.
d.
Diet
makanan harus cukup mengandung kalori, cairan dan tinggi protein. Bahan
makanan tidak boleh mengandung banyak serat, tidak meragsang dan tidak banyak
menimbulkan gas.
e.
Bila
terdapat komplikasi harus diberikan terapi yang sesuai.
f.
Obat
terpilih adalah kloramferikol 100 mg/kg BB/hari dai bagi dalam 4dosis selama
10 hari. Dosis maksimal kloramfenikol 2g/hari. Bla pasien tidak serasi/alergi
dapat diberikan golongan obat lain misalnya penisilin atau kortimoksazol.
g.
Pengobatan dengan kloramfenikol atau tiamfenikol (Urfamycin)
biasanya cukup manjur. Waktu ada wabah, semua wanita hamil perlu diberi
vaksinasi. Walaupun kuman-kuman tifus abdominalis tidak di keluarkan melalui
air susu, namun sebaiknya penderita tidak menyusui bayinya karena keadaan
umum ibu biasanya tidak mengizinkan, dan karena kemungkinan penuluaran oleh
ibu melalui jalan lain tetap ada. Tifus abdominalis tidak merupakan indikasi
bagi abortus buatan.
|
Sangat bermanfaat sekali, Silahkan juga kunjungi :
ReplyDelete1. Asuhan Kehamilan dan Persalinan Dengan Penyakit Jantung
2. Kumpulan materi pelajaran SD, SMP, SMA, tugas sekolah lengkap dengan jawaban dan materi perkuliahan (www.materibelajar.id)