1. Kehamilan Dengan Hipertensi
a.
Hipertensi
esensial
Hipertensi esensial adalah kondisi
permanen meningkatnya tekanan darah dimana biasanya tidak ada penyebab yang
nyata. Kadanng-kadang keadaan ini dihubungkan dengan penyakit ginjal,
phaeochromocytoma atau penyempitan aorta, dan keadaan ini lebih sering muncul
pada saat kehamilan.
Wanita hamil dikatakan mempunyai
atau menderita hipertensi esensial jika tekanan darah pada awal kehamilannya
mencapai 140/90 mmHg. Yang membedakannya dengan preeklamsia yaitu
factor-faktor hipertensi esensial muncul pada awal kehamilan, jauh sebelum
terjadi preeklamsia, serta tidak terdapat edema atau proteinuria.
Selama trimester ke II kehamilan
tekanan darah turun di bawah batas normal, selanjutnya meningkat lagi sampai ke
nilai awal atau kadang-kadang lebih tinggi. Setelah UK 18 minggu lebih
sulit hipertensi esensial dari pre eklamsia.
Penatalaksanaan:
Wanita dengan hipertensi esensial
harus mendapat pengawasan yang ketat dan harus dikonsultasikan pada dokter
untuk proses persalinannya. Selama tekanan darah ibu tidak meningkat
sampai 150/90 mmHg berarti pertanda baik. Dia dapat hamil dan bersalin
normal tetapi saat hamil dianjurkan untuk lebih banyak istirahat dan
menghindari peningkatan berat badan terlalu banyak. Kesejahteraan janin
dipantau ketat untuk mendeteksi adanya retardasi pertumbuhan. Kehamilan
tidak dibolehkan melewati aterm karena kehamilan postterm meningkatkan risiko
terjadinya insufisiensi plasenta janin. Jika perlu, dapat dilakukan
induksi apabila tekanan darah meningkat atau terdapat tanda-tanda Intra Uterine
Growth Retardation (IUGR).
Merupakan pertanda kurang baik jika
tekanan darah sangat tinggi. Jika ditemukan tekanan darah 160/100 mmHg, harus
dirawat dokter di rumah sakit. Obat-obat antihipertensi dan sedative
boleh diberikan untuk mengontrol tekanan darah. Anamnesa juga diperlukan
untuk mengeluarkan ibu dari pre eklamsia. Kandungan catecholamine atau
vanilmandelic acid (VMA) biasanya diukur karena hipertensi yang berat mungkin
disebabkan karena Pheochromacytoma atau tumor pada ginjal.
Keadaan ibu mungkin berkembang
menjadi Pre Eklamsia atau mengalami abrupsio plasenta (plasenta Pecah);
kadang-kadang gagal ginjal merupakan komplikasi. Jika tekanan darah
sangat tinggi, 200/120 mmHg atau lebih, mungkin terjadi perdarahan otak atau
gagal jantung.
Janin juga
berisiko, karena kurangnya sirkulasi plasenta, yang dapat menyebabkan kejadian
Intra Uterine Growth Retardation (IUGR) dan hipoksia.
Jika tekanan darah tidak dapat
dikendalikan atau terdapat tanda-tanda IUGR atau hipoksia, dokter dapat
menghindari risiko yang serius dengan mempercepat persalinan. Hal ini
dapat dilakukan dengan menginduksi persalinan, atau jika keadaan berbahaya atau
lebih akut, atau meningkat pada awal persalinan, persalinan dapat dilakukan
dengan cara Sectio caesarea.
b.
Hipertensi
Karena Kehamilan (PIH)
Hipertensi yang ditimbulkan atau
diperberat oleh kehamilan lebih mungkin terjadi pada wanita yang :
Ø Terpapar vili korialis untuk
pertamakalinya
Ø Terpapar vili korialis yang terdapat
jumlah yang banyak seperti pada kehamilan kembar atau mola hidatidosa
Ø Mempunyai riwayat penyakit vaskuler
Ø Mempunyai kecenderungan genetic
untuk menderita hipertensi dalam kehamilan.
Kemungkinan bahwa mekanisme
imunologis di samping endokrin dan genetic turut terlibat dalam proses
terjadinya pre-ekklamsia dan masih menjadi masalah yang mengundang perhatian.
Resiko hipertensi karena kehamilan dipertinggi pada keadaan di mana pembentuka
antibody penghambat terhadap tempat-tempat yang bersifat antigen pada plasenta
terganggu.
Preeklamsia mungkin lebih serimh
terdapat pada wanita dai keluarga yang tidak mampu; namun bisa juga terjadi
pada pada wanita denan ekonomi yang menengah ke atas. Bahkan pengamatan
menyebutkan bahwa makanan yang kurang mengandung protein sebagai penyebab
penurunan insiden eklamsia. Kehamilan juga menyebabkan wanita hamil kekurangnan
nutrisi. Seharusnya preeklamsia ditemkan pada multipara dari pada nulipara,
tetapi kenyataannya sama-sama dapat terjadi preeklamsia.
c.
Pre
Eklamsia
1)
Pengertian
Pre-Eklamsi Adalah Penyakit dengan
tanda-tanda Hipertensi, Oedema, dan Proteinuria yang timbul karena kehamila.
Penyakit ini biasanya timbul pada Triwulan ke-3 kehamilan tetapi dapat timbul sebelumnya,
misalnya pada Mola Hidatosa.
Hipertensi biasanya timbul lebih
dahulu daripada tanda-tanda lain. Untuk menegakkan diagnosa Pre-Eklamsi
kenaikan tekanan Sistolik harus 30 mmHg atau lebih. Kenaikan tekanan Diagnostik
lebih dapat dipercaya apabila tekanan Diastolik meningkat 15 mmHg atau lebih
atau menjadi 90 mmHg atau lebih. Pemeriksaan tekanan darah dilakukan minimal 2x
dengan jarak waktu 6 jam pada keadaan istirahat.
Hipertensi biasanya timbul lebih
dahulu dari pada tanda lain. Kenaikan sistolik harus 30 mm Hg atau lebih diatas
tekanan yang biasanya ditemukan, atau mencapai 140 mmHg atau lebih.
Edema ialah Penimbunan cairan secara
umum dan berlebih dalam jaringan tubuh dan biasanya dapat diketahui dari
kenaikan berat badan serta pembengkakan kaki, jari tangan, dan muka.
Oedema Pretribal yang ringan sering terjadi pada kehamilan biasa, sehingga
tidak berarti untuk penentuan Diagnosis Pre-Eklamsi. Kenaikan BB ½ kg
setiap minggu masih normal tetapi kalau kenaikan BB I kg atau lebih setiap minggu
beberapa kali, hal ini perlu menimbulkan kewaspadaan terhadap timbulnya
preeklamsia.
Proteinuria
berarti konsentrasi protein dalam urin yang melebihi 0,3 g/lt dalam urin 24 jam
atau pada pemeriksaan menunjukan 1 atau 2+ atau 1 gr/lt yang dikeluarkan dengan
jarak waktu 6 jam. Proteinuria timbul lebih lambat daripada hipertensi dan
kenaikan berat badan, karena itu harus dianggap yang cukup serius.
2)
Patofisiologi
Pre-Eklamsi terjadi pada spasme
pembuluh darah yang disertai dengan Retensi Garam dan air. Pada Biopsi
ginjal ditemukan spasme hebat arteriola Glomerolus. Pada beberapa kasus,
lumen arteriole sedemikian sempitnya sehingga nyata dilalui oleh satu sel darah
merah. Jadi jika semua arteriola di dalam tubuh mengalami spasme maka
tekanan darah akan naik, sebagai usaha untuk mengatasi kenaikan tekanan perifer
agar oksigen jaringan dapat dicukupi.
Sedangkan kenaikan berat badan dan
Edema yang disebabkan oleh penimbunan air yang berlebihan dalam ruangan
intestinal belum diketahui sebabnya, mungkin karena retensi air dan
garam. Proteinuria dapat disebabkan oleh Spasme arteriola sehingga
terjadi perubahan pada glomerolus.
3)
Tanda
Dan Gejala
Tanda-tanda Pre-Eklamsi biasanya
timbul dalam urutan pertambahan berat badan yang berlebihan, di ikuti oedema,
hipertensi, dan akhirnya proteinuria. Pada Pre-Eklamsi ringan tidak ditemukan
gejala-gejala subyektif, pada Pre-Eklamsi ditemukan sakit kepala di daerah
frontal, skotoma, diploma, penglihatan kabur, nyeri di daerah epigastrum, mual
dan muntah-muntah.
Gejala-gejala ini sering di temukan
pada Pre-Eklamsi yang meningkat dan merupakan petunjuk bahwa Eklamsi akan
timbul.
4)
Perubahan
Psikologi
Normotensive pada wanita hamil
dihubungkan dengan perubahan cardiovascular termasuk meningkatnya kerja
jantung, volume darah dan cardiac output (Gant Et al 1973). Hal ini menyebabkan
sel endothelia rusak sehingga perbandingan antara vasodilator :
vasocontricsi. Perbandingan ini disebabkan karena untuk menopang
hipertensi. Dengan adanya hipertensi bersama-sama dengan sel Endothelia
rusak mempengaruhi melalui pembuluh, sehingga terjadi kebocoran plasma dan
rusaknya pembuluh darah sehingga dihasilkan oedema kemudian menuju ke jaringan.
Pengurangan cairan ke intravaskuler
disebabkan hypoluemia dan hemokonsentrasi dan ini adalah reflek untuk
meningkatnya haematrokit. Dalam kasus yang parah, paru-paru dapat menjadi
macet dengan adanya cairan dan berkembang menjadi oedema pulmonary, oksigen
rusak dan sehingga terjadi sianosis.
Dengan vasokontriksi dan disruption
ke vascular endothelium menjadi coagulasi aktif. Meningkatnya produksi
trombositopenia dan responsible untuk Disseminated Intravaskular Cougelation
(DIC). Di ginjal, vasospasme menghasilkan arteriolus menyebabkan
pengurangan aliran darah menuju ke ginjal yang menjadikan hypoxia dan oedema.
5)
Klasifikasi
Pre Eklamsia
Klasifikasi pre eklamsia
dibagi menjadi 2 golongan :
a) Preeklamsia ringan
Ø Tekanan darah 140/90 mmHg atau
kenaikan diastolik 15 mmHg atau lebih (diukur pada posisi berbaring terlentang)
atau kenaikan sistolik 30 mmHg atau lebih. Cara pengukuran
sekurang-kurangnya pada 2x pemeriksaan dengan jarak
Ø Proteinuria 0,3 gr/lt atau 1+ atau
2+
Ø Edema pada kaki, jari, muka dan
berat badan naik >1 kg/mg
b) Preeklamsia berat
Ø Tekanan darah 160/110 mmHg
atau lebih
Ø Proteinuria, 5 gr/lt atau lebih
Ø Oliguria (jumlah urine < 500 cc
per 2 jam
Ø Terdapat edema paru dan sianosis
Ø Adanya gangguan serebral, gangguan
visus, dan rasa nyeri di epigastrium
6) Etiologi
Penyebab preeklamsia secara pasti
belum di ketahui, namun pre eklamsia sering terjadi pada
a) Primigravida
b) Tuanya kehamilan
c) Kehamilan ganda
d)
Prinsip
pencegahan preeklamsia
e) Pencegahan/ANC yang baik: ukuran
tekanan darah, timbangan berat badan, ukur kadar proteinuria tiap minggu
f) Diagnosa dini/tepat: diet, kalau
perlu pengakhiran kehamilan
7) Penanganan
a) Penanganan Pre-Eklamsi Ringan:
(1) Rawat Jalan
Ø Banyak istirahat ( berbaring tidur
miring)
Ø Diet: cukup protein, rendah
kaebohidrat, lemak, dan garam
Ø Sedative ringan (jika tidak bisa
istirahat ) tablet Febobarbital 3x30 mg peroral selama 2 hari
Ø Roboransia
Ø Kunjungan ulang tiap 1 mg
(2) Jika dirawat di Puskesmas atau Rumah
Sakit:
Ø Pada Kehamilan Preterm (kurang dari
37 minggu)
·
Jika
Tekanan Darah mencapai normotensif selama perawatan persalinan ditunggu sampai
aterm
·
Bila
Tekanan Darah turun tetapi belum mencapai normotensif selama perawatan maka
kehamilannya dapat diakhiri pada kehamilan lebih dari 37 minggu
Ø Pada Kehamilan Aterm (lebih dari 37
minggu)
Persalinan ditunggu spontan atau
dipertimbangkan untuk melakukan induksi persalinan pada taksiran tanggal
persalinan.
(3) Cara Persalinan
Persalinan dapat dilakukan spontan
bila perlu memperpendek kal II dengan bantuan bedah obstetri.
b) Penanganan Pre-Eklamsi Berat di
Rumah Sakit
(1) Penanganan Aktif:
Ø Indikasi
Indikasi perawatan aktif ialah bila
di dapatkan satu atau lebih keadaan ini pada ibu:
·
Kehamilan
lebih dari 37 minggu
·
Adanya
tanda-tanda impending
·
Kegagalan
terapi pada perawatan konservatif
Pada Janin :
·
Adanya
Tanda-tanda Fetaldistres
·
Adanya
Tanda-tanda IUFD
d.
Eklamsia
1)
Definisi
Eklampsi merupakan serangan konvulsi
yang biasa terjadi pada kehamilan, tetapi tidak selalu komplikasi dari pre
eklampsi.
Dalam sebuah konduksi studi nasional
di UK pada tahun 1992, 38% dsari kasus eklampsi tidak disertai dengan
hipertensi dan protein urin (Douglas dan Redman 1994). Ini terjadi di UK sekitar
2000 kelahiran dan beresiko tinggi untuk ibu dan janin. Douglas dan Redman
(1994) menemukan bahwa satu dari 50 wanita dengan eklampsi meninggal dan satu
dari 14 bayi mereka juga meninggal. Di dunia luas, 50.000 wanita meninggal
setelah menderita konvulsi eklampsi (Duley 1994) dan berbagai pusat penelitian
sekarang ini sedang berlangsung untuk mengetahui obat yang cocok untuk mencegah
dan mengatasi konvulsi..
Konvulsi dapat terjadi sebelum,
selama, dan sesudah persalinan. Jika ANC dan Inc mempunyai standar yang tinggi,
konvulsi postpartum akan lebih sering terhindar. Ini terjadi lebih dari 48-72
jam setelahnya. Monitor tekanan darah dan urin untuk proteinuria harus
dilakukan dan dilanjutkan selama periode postpartum.
2)
Etiologi
Dalam eklampsi berat terdapat
hipoksia serebral yang disebabkan karena spasme kuat dan oedem. Hipoksia
serebral menunjukkan kenaikan dysrhytmia serebral dan ini mungkin terjadi
karena konvulsi. Beberapa pasien ada yang mempunyai dasar dysrhytmia
serebral dan oleh karena itu konvulsi terjadi mengikuti bentuk yang lebih kuat
dari pre eklampsi.
Ada satu tanda eklampsi, bernama
konvulsi eklampsi. Empat fasenya antara lain:
a) Tahap premonitory. Pada tahap
ini dapat terjadi kesalahan jika observasi pada ibu tidak tetap. Mata dibuka,
ketika wajah dan otot tangannya sementara kejang
b) Tahap Tonic. Hampir seluruh
otot-otot wanita segera menjadi serangan spasme. Genggamannya mengepal
dan tangan dan lengannya kaku. Dia menyatukan gigi dan bisa saja dia menggigit
lidahnya. Kemudian otot respirasinya dalam spasme, dia berhenti bernafas dan
warnanyaberubah sianosis. Spasme ini berlangsung sekitar 30 detik
c) Tahap klonik. Spasme berhenti,
pergerakkan otot menjadi tersendat-sendat dan serangan menjadi meningkat.
Seluruh tubuhnyabergerak-gerak dari satu sisi ke sisi yang lain, sementara
terbiasa, sering saliva blood-strained terlihatb pada bibirnya
d) Tahap Comatose. Wanita dapat tidak
sadar dan mungkin nafasnya berbunyi. Sianosis memudar, tapi wajahnya tetap
bengkak. Kadang-kadang sadar dalam beberapa menit atau koma untuk beberapa jam
3)
Bahaya-Bahaya Eklampsi
a) Bagi ibu
Perbedaan konvulsi dan kelelahan,
jika frekuensi berulang hati gagal berkembang. Jika kenaikan hipertensi banyak,
pada ibu dapat terjadi cerebral hemorrhage. Pasien dengan oedem dan oliguria
perkembangan paru-paru dapat bengkak atau gagal ginjal. Inhalasi darah
atau mucus dapat menunjukkan asfiksia atau pneumonia. Dapat terjadi
kegagalan hepar. Dari komplikasi-komplikasi ini dapat terjadi kefatalan.
Angka kematian ibu dari eklampsi di UK pada tahun 1991-1993 adalah 11. Dalam
lebih dari setengah terdapat kematian ibu dan hanya satu atau dua yang selamat.
b) Bagi janin
Dalam eklampsi antenatal janin dapat
terpengaruh dengan ketidakutuhan plasenta. Ini menunjukkan retardasi
pertumbuhan intrauterine dan hipoksia. Selama sehat ketika ibu berhenti
bernafas supply oksigen ke janin terganggu, selanjutnya berkurang. Angka
kematian perinatal sebanyak 15%. Konvulsi intrapartum sangat berbahaya
untuk janin karena kenaikan hipoksia intra uterin yang disebabkan karena
kontraksi uterus.
c) Komplikasi
yang terberat ialah kematian ibu dan janin:
(1)
Solusio
plasenta
(2)
Hipofibrinogen
(3)
Hemolisis
(4)
Perdarahan
otak
(5)
Kelainan
mata
(6)
Edema
paru-paru
(7)
Nekrosis
hati
(8)
Kelainan
ginjal
(9)
Prematuritas
(10) Komplikasi lain (lidah tergigit,
trauma, dan fraktur karena jatuh dan DIC
4)
Gejala Dan Tanda
Pada umumnya kejang didahului oleh
makin memburuknya pre-eklamsi dengan gejala-gejala nyeri kepala di daerah
frontal, gangguan penglihatan, mual, nyeri epigastrium, dan hiperefleksia. Bila
keadaan ini tidak segera diobati, akan timbul kejangan, konvulsi eklamsi dibagi
4 tingkat yaitu :
a) Tingkat awal atau aura
Keadaan ini berlangsung kira-kira 30
menit. Mata penderita terbuka tanpa melihat, kelopak mata bergetar demikian
pula tangannya dan kepala diputar ke kanan dan ke kiri.
b) Tingkat kejangan tonik
Berlangsung lebih 30 menit, dalam
tingkat ini seluruh otot menjadi kaku, wajahnya kelihatan kaku, tangan
menggenggam dan kaki membengkok ke dalam, pernafasan berhent, muka menjadi
sianotik, lidah dapat tergigit.
c) Tingkat kejangan klonik
Berlangsung 1-2 menit, spasmus tonik
menghilang, semua otot berkontraksi dan berulang-ulang dalam tempo yang cepat,
mulut membuka dan menutup dan lidah dapat tergigit lagi, bola mata menonjol,
dari mulut keluar ludah yang berbusa aka menunjukan kongesti dan sianosis.
Penderita menjadi tak sadar, kejadian kronik ini a demikian hebatnya, sehingga
penderita dapat terjatuh dari tempat tidurnya. Akhirnya kejangan terhenti dan
penderita menarik nafas secara mendengkur.
d) Tingkat koma
Lamanya koma tidak selalu sama.
Secara perlahan-lahan penderita menjadi sadar lagi, akan tetapi dapat terjadi
pula bahwa sebelum itu timbul serangan baru yang berulang, sehingga ia tetap
dalam koma.
5)
Penatalaksanaan Eklamsi
Jika pre eklampsi diketahui lebih
awal dan ditangani lebih cepat, eklampsi akan lebih sulit terjadi. Sangat
jarang dimulai dan proses cepat terjadi eklampsi diantara pemeriksaan antenatal
yang biasa dan sering. Jika wanita berada di luar rumah sakit saat terjadi
konvulsi, paramedis harus segera dipanggil untuk memberikan pertolongan pertama
sebelum dibawa ke rumah sakit.
a)
Penatalaksanaan selama konvulsi antara lain:
(1) Memelihara kebersihan jalan nafas
(2) Melindungi wanita dari luka-luka
Ibu harus miring ke satu sisi dan
pergerakkan konvulsinya dapat ditekan dari semua ini harus dilakukan sepelan
mungkin dan tidak tergesa-gesa. Mulut dibersihkan dari mucus dan darah dengan
suction. Oksigen diberikan untuk kepentingan keduanya ibu dan janin. Untuk
pertolongan awal bantuan medis harus dipanggil.
b)
Penatalaksanaan Selanjutnya
Prinsip-prinsip
pelaksanaan:
(1) Mengontrol konvulsi
Ini sangat penting untuk mengontrol
konvulsi, terlebih lagi konvulsi pada wanita memiliki resiko tinggi untuk
hidupnya dan janinnya. Obat diberikan dengan segera untuk mengurangi rangsangan
sistem saraf. Obat yang dipilih untuk pengobatan eklampsi adalah Magnesium
Sulfat (Neilsen 1995;Lucas 1995)
Ø Magnesium Sulfat
Antikonvulsi yang efektif dan
bereaksi cepat. Penemuan Collaborative Eclampsi Trial, dipublikasikan pada
tahun 1995, terbukti Magnesium Sulfat lebih efektif mengurangi dan mencegah
konvulsi eklampsi dibandingkan dengan diazepam dab phenytoin (Eclampsia
Collaborative Trial Group, 1995). Wanita yang menerima Magnesium Sulfat
memiliki resiko 52% lebih rendah dari konvulsi dibandingkan diberi diazepam,
dan 67% resiko lebih rendah dibandingkan dengan phenytoin. Magnesium Sulfat
direkomendasikan untuk pengobatan untuk eklampsi.WHO sekarang merekomendasikan
penggunaan Magnesium Sulfat untuk pengobatan eklampsi dan memasukkannya ke
dalam Daftar Obat Esensial (WHO, 1995). Injeksi intravena 4-5 gr dalam 20%
pemberian, diikuti dengan infus 1-2 gr/jam.
Ø Injeksi intravena diazepam 10-40 mg
diikuti dengan infus 20-80 mg dalam 500 ml dari 5% dextrose dengan rata-rata 30
tetes/menit.
Ø Obat lain yang digunakan seperti
morfin, tribromoethanol (Avertin), paraldehyde dan lytic cocktail (kombinasi
dari pethidine, promethozin dan chlorpromazine dalam infus intravena dextrose
5%) sekarang tidak direkomendasikan phenytoine digunakan untuk mengobati
epilepsy dan saat ini ada pembaharuan pada penatalaksanaan pre eklampsi.
Walaupuntidak efektif dalam mengontrol eklampsi (The eclampsia Collaborative
Trial Group, 1995) dan dianggap sebagai prophylactic dari pada metode
pengobatan (Howard 1993).
(2) Mengontrol tekanan darah
Tekanan darah dikontrol oleh sedatif
dan menggunakan obat anti hipertensi seperti hydralazine, hydrochloride
(apresoline) 20 mg dengan injeksi intravena diikuti oleh 20-40 mg sebagai
injeksi intravena, laju teratur menurut aliran darah.
Pengobatan diuretic diindikasikan
ketika urin yang keluar kurang dari 20 ml/jam. Antibiotik mungkin untuk
mencegah infeksi paru-paru.
Tes biokimia untuk mengetahui fungsi
ginjal, trombositopenia, enzim dalam hati dapat dimonitor dengan memberi
informasi tentang:
6)
Penanganan
a) Rujukan
(1) Kriteria rujukan
Eklamsi harus ditangani di Rumah
Sakit, jika semua kasus eklamsi harus segera di rujuk.
(2) Proses rujukan
Ø Jelaskan bahaya / komplikasi eklamsi
kepada kelurga pasien.
Ø Rujuk pasien ke RS di sertai perawat
yang mengantar dan surat rujukan
Ø Sebelum merujuk dapat diberikan
pengobatan awal sesuai dengan diagnosis kasus, baik untuk mengatasi kejang
ataupun untuk memberi obat anti hipertensi.
Ø Bari O2
Ø Pasang infus dengan cairan dekstrose
5% dengan kecepatan 20 tetes / menit.
Ø Pasang kateter urine yang
dipertahankan dan kantong urine.
Ø Pasang goedel atau sudip yang
dilapisi kain kasa untuk melindungi gigi tergigit lidah.
Ø Keempat ekstrimitas di ikat tidak
terlalu ketat agar pasien tidak terjatuh.
b) Penanganan eklamsi di RS
(1) Penanganan medisinal
Obat anti kejang MgSo4
(2) Loading dose
Ø 4 g MgSO4 40% dalam larutan 10 cc
intravena selama 4 menit
Ø disusul 8 g IM MgSO4 40 % dalam
laritan 25 nn diberikan pada bokong kiri dan kanan masing-masing 4 gram.
(3) Maintenance dose
Tiap 6 jam diberikan lagi 4 gram IM MgSO4
(4) Dosis tambahan
Ø Bila timbul kenjeng-kejang lagi maka
dapat diberikan MgSO4 2 gram IV selama 2 menit.
Ø Sekurang-kurangnya 20 menit setelah
pemberian terakhir
Dosis tambahan 2 gram hanya diberikan sekali
saja. Bila setelah diberi dosis tambahan masih tetap kejang maka berikan
amobarita 3-5 m/kg BB IV pelan-pelan.
0 comments:
Post a Comment