A. Penyakit yang menyertai kehamilan
dan persalinan
1. Tuberkulosis Paru (TB Paru)
Kehamilan tidak banyak memberikan
pengaruh terhadap cepatnya perjalanan penyakit ini, banyak penderita tidak
mengeluh sama sekali. Keluhan yang sering ditemukan adalah batuk-batuk yang
lama, badan terasa lemah, nafsu makan berkurang, BB menurun, kadang-kadang ada
batuk darah, dan sakit di dada. Pada pemeriksaan fisik mungkin didapatkan
adanya ronkhi basal, suara caverne atau pleural effusion. Penyakit ini mungkin
bentuknya aktif atau kronik, dan mungkin pula tertutup atau terbuka.
Pada penderita yang dicurigai
menderita TBC Paru sebaiknya dilakukan pemeriksaan tuberkulosa tes kulit dengan
PPD (puirified protein derivate) 5u, bila hasil positif dilanjutkan dengan
pemeriksaan foto dada. Perlu diperhatikan dan dilindungi janin dari pengaruh
sinar X, pada penderita TBC Paru aktif perlu dilakukan pemeriksaan sputum BTA
untuk membuat diagnosis secara pasti sekaligus untuk tes kepekaan / uji
sensitivitas. Pada janin dengan ibu TBC Paru jarang dijumpai TBC congenital,
janin baru tertular penyakit setelah lahir, karena dirawat atau disusui ibunya.
a.
Penatalaksanaan :
Penyakit ini akan sembuh dengan baik bila pengobatan yang
diberikan dipatuhi oleh penderita, berikan penjelasan dan pendidikan kepada
pasien bahwa penyakitnya bersifat kronik sehingga diperlukan pengobatan yang
lama dan teratur. Ajarkan untuk menutup mulut dan hidungnya bila batuk, bersin
dan tertawa.
Sebagian besar obat anti TBC aman untuk wanita hamil,
kecuali streptomisin yang bersifat ototoksik bagi janin dan harus diganti
dengan etambutol, pasien hamil dengan TBC Paru yang tidak aktif tidak perlu
mendapat pengobatan. Sedangkan pada yang aktif dianjurkan untuk
menggunakan dua macam obat atau lebih untuk mencegah timbulnya resistensi
kuman, dan isoniazid (INH) selalu diikutkan karena paling aman untuk kehamilan,
efektifitasnya tinggi dan harganya lebih murah.
b.
Obat-obatan yang dapat digunakan
1) Isoniazid (INH) 300 mg/hari. Obat
ini mungkin menimbulkan komplikasi pada hati sehingga timbul gejala-gejala
hepatitis berupa nafsu makan berkurang, mual dan muntah. Oleh karena itu
–perlu diperiksa faal hati sewaktu-waktu dan bila ada perubahan untuk
sementara obat harus segera dihentikan.
2) Etambutol 15-20 mg/kg/hari. Obat ini
dapat menimbulkan komplikasi retrobulber neuritis, akan tetapi efek samping
dalam kehamilan sangat sedikit dan pada janin belum ada.
3) Streptomycin 1gr/hari. Obat ini
harus hati-hati digunakan dalam kehamilan, jangan digunakan dalam kehamilan
trimester I. Pengaruh obat ini pada janin dapat menyebabkan tuli bawaan
(ototoksik). Disamping itu obat ini juga kurang menyenangkan pada penderita
karena harus disuntikan setiap hari.
4) Rifampisin 600mg/hari. Obat ini baik
sekali untuk pengobatan TBC Paru tetapi memberikan efek teratogenik pada
binatang poercobaan sehingga sebaiknya tidak diberikan pada trimester I
kehamilan.
Pemeriksaan
sputum harus dilakukan setelah 1-2 bulan pengobatan, jika masih positif perlu
diulang tes kepekaan kuman terhadap obat, bila pasien sudah sembuh lakukan
persalinan secar biasa. Pasien TBC aktif harus ditempatkan dalam kamar bersalin
terpisah, persalinan dibantu Ekstraksi Vacum atau Forcep. Usahakan pasien tidak
meneran, berikan masker untuk menutupi mulut dan hidung agar kuman tidak
menyebar. Setelah persalinan pasien dirawat di ruang observasi 6-8 jam,
kemudian dapat dipulangkan langsung. Pasien diberi obat uterotonika dan obat
TBC tetap harus diteruskan. Penderita yang tidak mungkin pulang harus dirawat
di ruang isolasi, karena bayi cukup rentan terhadap penyakit ini, sebagian
besar ahli menganjurkan pemisahan dari ibu jika ibu dicurigai menderita TBC
aktif, sampai ibunya tidak memperlihatkan tanda-tanda proses aktif lagi setelah
dibuktikan dengan pemeriksaan sputum sebanyak 3 kali yang selalu memperlihatkan
hasil negatif.
Pasien TBC
yang menyusui harus mendapat regimen pengobatan yang penuh. Semua obat anti TBC
sesuai untuk laktasi sehingga pemberian laktasi dapat dengan aman dan normal.
namun bayi harus diberi suntikan mantoux, mendapat profilaksis INH dan
imunisasi BCG.
2. Ginjal
Dalam kehamilan terdapat
perubahan-perubahan fungsional dan anatomic ginjal dan saluran kemih yang
sering menimbulkan gejala-gejala dan kelainan fisik dan hasil pemeriksaan
laboratorium.perubahan anatomi terdapat peningkatan pembuluh darah dan
ruangan interstisial pada ginjal. Ginjal akan memanjang kurang lebih 1 cm dan
kembali normal setelah melahirkan. Ureter juga mengalami pemanjangan, melekuk
dan kadang berpindah letak ke lateral dan akan kembali normal 8-12 minggu
setelah melahirkan.
Selain itu juga terjadi hiperlpasia
dan hipertrofi otot dinding ureter dan kaliks, dan berkurangnya tonus otot-otot
saluran kemih karena pengaruh kehamilan. Akibat pembesaran uterus hiperemi
organ-organ pelvis dan pengaruh hormonal terjadi perubahan pada kendung kemih
yang dimulai pada kehamilan 4 bulan. Kandung kemih akan berpindah lebih
anterior dan superior. Pembuluh-pembuluh di daerah mukosa akan membengkak dan
melebar. Otot kandung kemih mengalami hipertrofi akibat pengaruh hormon
estrogen. Kapasitas kandung kemih meningkat sampai 1 liter karena efek
relaksasi dari hormon progesterone.
Segera sesudah konsepsi, terjadi peningkatan aliran plasma
(Renal Plasma flow) dan tingkat filtrasi gomerolus (Gomerolus Filtration Rate).
Sejak kehamilan trimester II GFR akan meningkat 30-50 %, diatas nilai normal
wanita tidak hamil. Akibatnya akan terjadi penurunan kadar kreatinin serum dan
urin nitrogen darah, normal kreatinin serum adalah 0,5-0,7 mg/100 mll dan urea
nitrogen darah 8-12 mg/100 mll.
3.
Jantung
a. Etiologi
Sebagian besar disebabkan demam reumatik. Bentuk kelainan katup yang sering dijumpai adalah stenosis mitral, insufisiensi mitral, gabungan stenosis mitral dengan insufisiensi mitral, stenosis aorta, insufisiensi aorta, gabungan antara insufisiensi aorta dan stenosis aorta, penyakit katupulmonal dan trikuspidal.
Sebagian besar disebabkan demam reumatik. Bentuk kelainan katup yang sering dijumpai adalah stenosis mitral, insufisiensi mitral, gabungan stenosis mitral dengan insufisiensi mitral, stenosis aorta, insufisiensi aorta, gabungan antara insufisiensi aorta dan stenosis aorta, penyakit katupulmonal dan trikuspidal.
b. Faktor Predisposisi
Peningkatan
usia pasien dengan penyakit jantung hipertensi dan superimposed preeklamsi atau
eklamsi, aritmia jantung atau hipertrofi ventrikel kiri, riwayat decompensasi
cordis, anemia.
c. Patofisiologi
Keperluan janin yang sedang bertumbuh akan oksigen dan zat-zat makanan bertambah dalam berlangsungnya kehamilan, yang harus dipenuhi melalui darah ibu. Untuk itu banyaknya darah yang beredar bertambah, sehingga jantung harus bekerja lebih berat. Karena itu dalam kehamilan selalu terjadi perubahan dalam system kardiovaskuler yang baisanya masih dalam batas-batas fisiologik. Perubahan-perubahan itu terutama disebabkan karena :
Keperluan janin yang sedang bertumbuh akan oksigen dan zat-zat makanan bertambah dalam berlangsungnya kehamilan, yang harus dipenuhi melalui darah ibu. Untuk itu banyaknya darah yang beredar bertambah, sehingga jantung harus bekerja lebih berat. Karena itu dalam kehamilan selalu terjadi perubahan dalam system kardiovaskuler yang baisanya masih dalam batas-batas fisiologik. Perubahan-perubahan itu terutama disebabkan karena :
1)
Hidrenia
(Hipervolemia), dimulai sejak umur kehamilan 10 minggu dan puncaknya pada UK
32-36 minggu
2)
Uterus
gravidus yang makin lama makin besar mendorong diafragma ke atas, ke kiri, dan
ke depan sehingga pembuluh-pembuluh darah besar dekat jantung mengalami lekukan
dan putaran.
3)
Volume
plasma bertambah juga sebesar 22 %. Besar dan saat terjadinya peningkatan
volume plasma berbeda dengan peningkatan volume sel darah merah ; hal ini
mengakibatkan terjadinya anemia delusional (pencairan darah).
12-24 jam pasca persalinan terjadi peningkatan volume plasma akibat imbibisi cairan dari ekstra vascular ke dalam pembuluah darah, kemudian di ikuti periode deuresis pasca persalinan yang mengakibatkan hemokonsentrasi (penurunan volume plasa). 2 minggu pasca persalinan merupakan penyesuaian nilai volume plasma seperti sebelum hamil.
12-24 jam pasca persalinan terjadi peningkatan volume plasma akibat imbibisi cairan dari ekstra vascular ke dalam pembuluah darah, kemudian di ikuti periode deuresis pasca persalinan yang mengakibatkan hemokonsentrasi (penurunan volume plasa). 2 minggu pasca persalinan merupakan penyesuaian nilai volume plasma seperti sebelum hamil.
4)
Jantung
yang normal dapat menyesuaikan diri, tetapi jantung yang sakit tidak. Oleh
karena itu dalam kehamilan frekuensi denyut jantung meningkat dan nadi
rata-rata 88x/menit dalam kehamilan 34-36 minggu. Dalam kehamilan lanjut
prekordium mengalami pergeseran ke kiri dan sering terdengar bising sistolik di
daerah apeks dan katup pulmonal. Penyakit jantung akan menjadi lebih berat pada
pasien yang hamil dan melahirkan, bahkan dapat terjadi decompensasi cordis.
d.
Manifestasi Klinis
Mudah lelah, nafas terengah-engah,
ortopnea, dan kongesti paru adalah tanda dan gejala gagal jantung kiri.
Peningkatan berat badan, edema tungkai bawah, hepato megali, dan peningkatan
tekanan vena jugularis adalah tanda dan gejala gagal jantung kanan. Namun
gejala dan tanda ini dapat pula terjadi pada wanita hamil normal. Biasanya
terdapat riwayat penyakit jantung dari anamnesis atau dalam rekam medis. Perlu
diawasi saat-saat berbahaya bagi penderita penyakit jantung yang hamil yaitu :
1) Antara minggu ke 12 dan 32. Terjadi
perubahan hemodinamik, terutama minggu ke 28 dan 32, saat puncak perubahan dan
kebutuhan jantung maksimum
2) Saat persalinan. Setiap kontraksi
uterus meningkatkan jumlah darah ke dalam sirkulasi sistemik sebesar 15 – 20%
dan ketika meneran pada partus kala ii, saat arus balik vena dihambat kembali
ke jantung.
3) Setelah melahirkan bayi dan
plasenta. Hilangnya pengaruh obstruksi uterus yang hamil menyebabkan masuknya
darah secara tiba-tiba dari ekstremitas bawah dan sirkulasi uteroplasenta ke
sirkulasi sistemik.
4) 4-5 hari seetelah peralinan. Terjadi
penurunan resistensi perifer dan emboli pulmonal dari thrombus iliofemoral.
Gagal
jantung biasanya terjadi perlahan-lahan, diawali ronkhi yang menetap di dasar
paru dan tidak hilang seteah menarik nafas dalam 2-3 kali. Gejala dan tanda
yang biasa ditemui adalah dispnea dan ortopnea yang berat atau progresif,
paroxysmal nocturnal dyspnea, sinkop pada kerja, nyeri dada, batuk kronis,
hemoptisis, jari tabuh, sianosis, edema persisten pada ekstremitas, peningkatan
vena jugularis, bunyi jantung I yang keras atau sulit didengar, split bunyi
jantung II, ejection click, late systolic click, opening snap, friction rub,
bising sistolik derajat III atau IV, bising diastolic, dan cardio megali dengan
heaving ventrikel kiri atau kanan yang difus.
e.
Pemeriksaan Penunjang
Selain pemeriksaan laboratorium
rutin juga dilakukan pemeriksaan:
1) EKG untuk mengetahui kelainan irama
dan gangguan konduksi, kardiomegali, tanda penyakit pericardium, iskemia,
infark. Bisa ditemukan tanda-tanda aritmia.
2) Ekokardigrafi. Meteode yang aman,
cepat dan terpercaya untuk mengetahu kelainan fungsi dan anatomi dari bilik,
katup, dan peri kardium
3) Pemeriksaan Radiologi dihindari
dalam kehamilan, namun jika memang diperlukan dapat dilakukan dengan memberi
perlindung diabdomen dan pelvis.
f.
Diagnosis
Burwell dan Metcalfe mengajukan 4
kriteria. Diagnosis ditegakkan bila ada satu dari kriteria :
1) Bising diastolic, presistolik, atau bising
jantung terus menerus
2) Pembesaran jantung yang jelas
3) Bising sistolik yang nyaring, terutama
bila disertai thrill
4) Arimia berat
Pada wanita hamil yang tidak
menunjukan salah satu gejala tersebut jarang menderita penyakit jantung. Bila
terdapat gejala decompensasi jantung pasien harus di golongkan satu kelas lebih
tinggi dan segera dirawat
g.
Komplikasi
Pada ibu dapat terjadi : gagal
jantung kongestif, edema paru, kematian, abortus. Pada janin dapat terjadi :
prematuritas, BBLR, hipoksia, gawat janin, APGAR score rendah, pertumbuhan
janin terhambat.
h.
Penatalaksanaan
Sebaiknya dilakukan dalam kerjasama dengan ahli penyakit dalam atau ahli jantung. Secara garis besar penatalksanaan mencakup mengurangi beban kerja jantung dengan tirah baring, menurunkan preload dengan deuretik, meningkatkan kontraktilitas jantung dengan digitalis, dan menurunkan after load dengan vasodilator.
Sebaiknya dilakukan dalam kerjasama dengan ahli penyakit dalam atau ahli jantung. Secara garis besar penatalksanaan mencakup mengurangi beban kerja jantung dengan tirah baring, menurunkan preload dengan deuretik, meningkatkan kontraktilitas jantung dengan digitalis, dan menurunkan after load dengan vasodilator.
Penatalaksanaan dilakukan berdasarkan klasifikasinya yaitu :
1) Kelas I
Tidak memerlukan pengobatan tambahan
2) Kelas II
Umumnya tidak memerlukan pengobatan
tambahan, hanya harus menghindari aktifitas yang berlebihan, terutama pada UK
28-32 minggu. Pasien dirawat bila keadaan memburuk. Kedua kelas ini dapat
meneruskan kehamilan sampai cukup bulan dan melahirkan pervaginam, namun harus
diawasi dengan ketat. Pasien harus tidur malam cukup 8-10 jam, istirahat baring
minimal setengah jam setelah makan, membatasi masuknya cairan (75 mll/jam) diet
tinggi protein, rendah garam dan membatasi kegiatan. Lakukan ANC dua minggu
sekali dan seminggu sekali setelah 36 minggu. Rawat pasien di RS sejak 1
minggun sebelum waktu kelahiran. Lakukan persalinan pervaginam kecuali terdapat
kontra indikasi obstetric. Metode anastesi terpilih adalah epidural. Kala
persalinan biasanya tidak berbahaya. Lakukan pengawasan dengan ketat.
Pengawasan kala I setiap 10-15 menit dan kala II setiap 10 menit. Bila terjadi
takikardi, takipnea, sesak nafas (ancaman gagal jantung), berikan digitalis
berupa suntikan sedilanid IV dengan dosis awal 0,8 mg, dapat diulang 1-2 kali
dengan selang 1-2 jam. Selain itu dapat diberi oksigen, morfin (10-15 mg), dan
diuretic. Pada kala II dapat spontan bila tidak ada gagal jantung. Bila
berlangsung 20 menit dan ibu tidak dapat dilarang meneran akhiri dengan
ekstraksi cunam atau vacum dengan segera
Tidak diperbolehkan memaki ergometrin karena kontraksi uterus yang bersifat tonik akan menyebabkan pengembalian darah ke sirkulasi sistemik dala jumlah besar.
Tidak diperbolehkan memaki ergometrin karena kontraksi uterus yang bersifat tonik akan menyebabkan pengembalian darah ke sirkulasi sistemik dala jumlah besar.
Rawat pasien sampai hari ke 14,
mobilisasi bertahap dan pencegahan infeksi, bila fisik memungkinkan pasien
dapat menusui.
3) Kelas III
Dirawat di RS selam hamil terutama
pada UK 28 minggu dapat diberikan diuretic
4) Kelas IV
Harus dirawat di RS. Kedua kelas ini
tidak boleh hamil karena resiko terlalu berat. Pertimbangkan abortus terapeutik
pada kehamilan kurang dari 12 minggu. Jika kehamilan dipertahankan pasien harus
terus berbaring selama hamil dan nifas. Bila terjadi gagal jantung mutlak harus
dirawat dan berbaring terus sampai anak lahir. Dengan tirah baring, digitalis,
dan diuretic biasanya gejala gagal jantung akan cepat hilang. Pemberian oksitosin cukup aman. Umumnya
persalinan pervaginam lebih aman namun kala II harus diakhiri dengan cunam atau
vacuum. Setelah kala III selesai, awasi dengan ketat, untuk menilai terjadinya
decompensasi atau edema paru. Laktasi dilarang bagi pasien kelas III dan IV.
Operasi pada jantung untuk
memperbaiki fungsi sebaiknya dilakukan sebelum hamil. Pada wanita hamil saat
yang paling baik adalah trimester II namun berbahaya bagi bayinya karena
setelah operasi harus diberikan obat anti pembekuan terus menerus dan
akan menyebabkan bahaya perdarahan pada persalinannya. Obat terpilih adalah
heparin secara SC, hati-hati memberikan obat tokolitik pada pasien dengan
penyakit jantung karena dapat menyebabkan edema paru atau iskemia miocard
terutama pada kasus stenosis aorta atau mitral.
i.
Prognosis
Prognosis
tergantung klasifikasi, usia, penyulit lain yang tidak berasal dari jantung,
penatalaksanaan, dan kepatuhan pasien. Kelainan yang paling sering menyebabkan
kematian adalah edema paru akut pada stenosis mitral. Prognosis hasil konsepsi
lebih buruk akibat dismaturitas dan gawat janin waktu persalinan.
4. Diabetes Melitus (DM)
a.
Pengertian
Diabetes
mellitus pada kehamilan adalah intoleransi karbohidrat ringan (toleransi
glukosa terganggu) maupun berat (DM), terjadi atau diketahui pertama kali saat
kehamilan berlangsung. Definisi ini mencakup pasien yang sudah mengidap DM
(tetapi belum terdeteksi) yang baru diketahui saat kehamilan ini dan yang
benar-benar menderita DM akibat hamil
Dalam kehamilan terjadi perubahan
metabolisme endokrin dan karbohidrat yang meninjang pemasokan makanan bagi
janin serta persiapan untuk menyusui. Glukosa dapat berdifusi secara tetap
melalui plasenta kepada janin sehingga kadarnya dalam darah janin hampir
menyerupai kadar darah ibu. Insulin ibu tidak dapat mencapai janin sehingga
kadar gula ibu yang mempengaruhi kadar pada janin. Pengendalian kadar gula
terutama dipengaruhi oleh insulin, disamping beberapa hormon lain : estrogen,
steroid dan plasenta laktogen. Akibat lambatbya resopsi makanan maka terjadi
hiperglikemi yang relatif lama dan ini menuntut kebutuhan insulin.
b.
Diagnosis
Deteksi
dini sangat diperlukan agar penderita DM dapat dikelola sebaik-baiknya.
Terutama dilakukan pada ibu dengan factor resiko berupa beberapa kali
keguguran, riwayat pernah melahirkan anak mati tanpa sebab, riwayat melahirkan
bayi dengan cacat bawaan, melahirkan bayi lebih dari 4000 gr, riwayat PE dan
polyhidramnion.
Juga terdapat riwayat ibu : umur ibu > 30 tahun, riwayat DM dalam keluarga, riwayat DM pada kehamilan sebelumnya, obesitas, riwayat BBL > 4500 gr dan infeksi saluran kemih berulang selama hamil.
Juga terdapat riwayat ibu : umur ibu > 30 tahun, riwayat DM dalam keluarga, riwayat DM pada kehamilan sebelumnya, obesitas, riwayat BBL > 4500 gr dan infeksi saluran kemih berulang selama hamil.
c.
Klasifikasi
1) Tidak tergantung insulin (TTI) –
Non Insulin Dependent diabetes mellitus (NIDDN) yaitu kasus yang tidak memerlukan insulin
dalam pengendalian kadar gula darah.
2) Tergantung insulin (TI) – Insulin
dependent Diabetes
Melitus yaitu
kasus yan memerlukan insulin dalam mengembalikan kadar gula darah.
d.
Komplikasi
1) Maternal : infeksi saluran
kemih, hydramnion, hipertensi kronik, PE, kematian ibu
2) Fetal : abortus spontan,
kelainan congenital, insufisiensi plasenta, makrosomia, kematian intra uterin,
3) Neonatal : prematuritas, kematian
intra uterin, kematian neonatal, trauma lahir, hipoglikemia, hipomegnesemia,
hipokalsemia, hiperbilirubinemia, syndroma gawat nafas, polisitemia.
e.
Penatalaksanaan
Prinsipnya
adalah mencapai sasaran normoglikemia, yaitu kadar glukosa darah puasa < 105
mg/dl, 2 jam sesudah makan < 120 mg/dl, dan kadar HbA1c<6%. Selain itu
juga menjaga agar tidak ada episode hipoglikemia, tidak ada ketonuria, dan
pertumbuhan fetus normal. Pantau kadar glukosa darah minimal 2 kali seminggu
dan kadar Hb glikosila. Ajarka pasien memantau gula darah sendiri di rumah dan
anjurkan untuk kontrol 2-4 minggu sekali bahkan lebih sering lagi saat
mendekati persalinan. Obat hipoglikemik oral tidak dapat dipakai saat
hamil dan menyusui mengingat efek teratogenitas dan dikeluarkan melalui ASI,
kenaikan BB pada trimester I diusahakan sebesar 1-2,5 kg dan selanjutnya 0,5 kg
/minggu, total kenaikan BB sekitar 10-12 kg.
f.
Penatalaksanaan Obstetric
Pantau
ibu dan janin dengan mengukur TFU, mendengarkan DJJ, dan secara khusus memakai
USG dan KTG. Lakukan penilaian setiap akhir minggu sejak usia kehamilan 36
minggu. Adanya makrosomia pertumbuhan janin terhambat dan gawat janin merupakan
indikasi SC. Janin sehat dapat dilahirkan pada umur kehamilan cukup waktu
(40-42 minggu) dengan persalinan biasa.
Ibu
hamil dengan DM tidak perlu dirawat bila keadaan diabetesnya terkendali baik,
namun harus selalu diperhatikan gerak janin (normalnya >20 kali/12 jam).
Bila diperlukan terminasi kehamilan, lakukan amniosentesis dahulu untuk
memastikan kematangan janin (bila UK <38 minggu). Kehamilan dengan DM yang
berkomplikasi harus dirawat sejak UK 34 minggu dan baisanya memerlukan insulin.
5. Asma
a.
Pengertian
Asma
Bronkiale merupakan salah satu penyakit saluran nafas yang sering dijumpai
dalam kehamilan dan persalinan. Pengaruh kehamilan terhadap timbulnya asma
tidak sama pada setiap penderita, bahkan pada seorang penderita asma,
serangannya tak sama pada kehamilan pertama dan berikutnya. Biasanya serangan
akan timbul mulai UK 24-36 minggu dan pada akhir kehamilan jarang terjadi
serangan.
b.
Komplikasi
Pengaruh
asma pada ibu dan janin sangat tergantung dari sering dan beratnya serangan,
karena ibu dan janin akan kekurangan oksigen atau hipoksia. Keadaan hipoksia
bila tidak segera diatasi tentu akan berpengaruh pada janin dan sering terjadi
keguguran, partus premature dan gangguan petumbuhan janin.
c.
Manifestasi Klinis
Factor
pencetus timbulnya asma antara lain zat-zat alergi, infeksi saluran nafas,
pengaruh udara dan factor psikis. Penderita selama kehamilan perlu mendapat
pengawasan yang baik, biasanya penderita mengeluh nafas pendek, berbunyi,
sesak, dan batuk-batuk. Diagnosis dapat ditegakkan seperti asma diluar
kehamilan.
d.
Penatalaksanaan
2) Menghindari factor resiko/pencetus
yang sudah diketahui secara intensif
3) Mencegah penggunaan obat seperti
aspirin dan semacamnya yang dapat menjadi pencetus timbulnya serangan
4) Pada asma yang ringan dapat
digunakan obat-obat local yang berbentuk inhalasi, atau peroral seperti isoproterenol
5) Pada keadaan lebih berat penderita
harus dirawat dan serangan dapat dihilangkan dengan 1atau lebih dari obat
dibawah ini:
a) Epinefrin yang telah dilarutkan
(1:1000), 0,2-0,5 ml disuntikan SC
b) bIsoproterenol (1:100) berupa inhalasi 3-7 hari
c) Oksigen
d) Aminopilin 250-500 mg (6mg/kg) dalam
infus glukosa 5 %
e) Hidrokortison 260-1000 mg IV
pelan-pelan atau per infus dalam D10%
Hindari
penggunaan obat-obat yang mengandung iodium karena dapat membuat gangguan pada
janin, dan berikan antibiotika kalau ada sangkaan terdapat infeksi. Upayakan
persalinan secara spontan namun bila pasien berada dalam serangan, lakukan VE
atau Forcep. SC atas indikasi asma jarang atau tak pernah dilakukan. Jangan
berikan analgesik yang mengandung histamin tapi pilihlah morfin atau analgesik
epidural.
Dokter sebaiknya memilih obat yang
tidak mempengaruhi ASI. Aminopilin dapat terkandung dalam ASI sehingga bayi
mengalami gangguan pencernaan, gelisah, dan ganggguan tidir. Namun obat anti
asma lainnya dan kortikosteroid umumnya tidak berbahaya karena kadarnya dalam
ASI sangat kecil.
0 comments:
Post a Comment